Senin, 11 Februari 2013

“Gerombolan Pria yang Keluar dari Pekarangan Masjid”

Pulang ,tak lagi menghiraukan sandal sandal yang tertukar dan tergesa berjalan melalui rel rel keangkuhan .
Seperti nasib nasib para putranya yang terbiasa iri melirik tajam  ayah teman temanya yang  dengan mesra menggandeng putranya datang ke masjid .
Dengan gaya anak kecil terkadang wajah ayah ayah mereka terasa berubah ,seperti sedang menjulurkan lidahnya keluar dan menertawakan putra lainnya yang pergi ke masjid tak berayah ini .
Tangisan deras dalam hati , bagai air terjun niagara  menciptakan kemarahan tak beralas ,menenggelamkan seluruh perasaanya dalam kebencian . 
Terbalut senyum simpul manis didepan para khalayak ,faktor terbesar yang menambahkan kebencian yang telah terlanjur melekat dalam benak bawah sadar anak itu  .
Palu besi terangkat dari tempat peristirahatannya ,terbangun sang palu terbawa oleh amarah yang bergolak dan kebencian yang memuncak ,ketika sang ayah yang  melontarkan cacian ,menu wajib setiap sore hari saat beliau pulang dari pekerjaannya  .
Darah mengalir iringi sirine yang datang ,tangis berseru iringi borgol pak polisi .
Setan tertawa satu rencana liciknya terlaksana ,dimulai dengan kesombongan ,tercampur dengan kebencian ,dan amarah .dan kembali pergi saat azan maghrib mulai menyongsong dan mengiringi tubuh beku jasad pertama yang terkulai .
Sang rasa memberikan tugas pada penyesalan untuk mengisi penuh hati pria  bermata kosong dipojok bui ,ditemani si putus asa ,mereka memberi sakit yang teramat pada pria itu  .
Dan tanpa daya pada akhir yang kelam jasad kedua tergolek tersimbah darah segar yang mengalir ,menyebar ,deras ,dan beku .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar